Malam ini entah apa yang terjadi setelah hisapan rokokku yang terkahir . Aku teringat pada sesosok wanita yang memikat, setidaknya buatku. Tidak terlalu cantik memang, tetapi selalu saja menimbulkan perasaan yang ganjil saat bertemu dengannya. Vita, mantan pacarku.
Episode putih abu baru saja dimulai, pagi ini terasa cerah sekali. Sapaan teman-teman baruku yang begitu riuh. Menggoreskan sedikit senyum dalam lamunanku kali ini. Terasa begitu manis untuk diingat.
Berawal dari sebuah perkenalan yang biasa dan tidak memberikan rasa apa pun terhadapku. Paras yang biasa. Tapi seolah waktu mengantarku untuk menyukainya. Lama-lama aku mulai tertarik dengannya, mengaguminya. Dia anak yang pintar. Baik hati. Dan dikenal sebagai anak baik-baik diantara kawan-kawan gengnya. Tatapannya lembut dengan sapaan yang selalu ramah ditaburi senyuman.
’Oh..apa aku jatuh cinta padanya?” aku bergumam dalam hati sambil memandangnya dari sudut belakang kelas. Semakin berlalu waktu rasa ini semakin menumbuh. Aku tak bisa mengelak perasaan ini. Kekaguman yang terus hadir. Perasaan ganjil yang selalu datang.
Perasaan ini tersimpan dengan baik dalam perasaanku. Tapi semakin tak tertahan pula untuk diungkapkan. Suatu malam yang dingin. Aku mengajaknya keluar untuk sekedar minum kopi di coffe shop. Begitu bahagia saat tawaranku diiyakan olehnya. Apakah ini akan menjadi pertanda baik? Aku masih belum tahu pasti bagaimana perasaannya padaku.
Seperti sepeda motor dengan rem tromol, aku tak bisa menahan perasaan ini lebih jauh lagi dan lebih lama lagi. Ku beranikan untuk mengungkapkan, ”Vit, aku sayang padamu..” Suasana diantara kami menjadi hening tak sebentar. Tak sepatah kata pun terlontar dari bibir manisnya. Dia menunduk dalam-dalam seperti mengisyaratkan sesuatu yang tak kuketahui maknanya. ”Apakah kau merasakan hal yang sama denganku, Vit..?” Aku berusaha memecah keheningan ini dengan sisa keberanianku.
Tak lama, kami saling bertatapan, tak ada dari kami yang berkata lagi. Pikiranku sudah kalut. Apakah aku akan ditolak, atau dia tidak menyayangiku...? entahlah. Vita memulai pembicaraan, ”Ben, aku gak bisa jawab sekarang...tapi aku janji, aku akan menjawabnya setelah aku pulang dari Korea nanti. Aku harus menyelesaika tugas ini dulu. Baru aku akan menjawabnya. Kamu gak papa kan, Ben?”
”Oh tidak...aku harus menunggu lagi..” gumamku dalam hati. ” Kalo itu yang kamu pengenin ya udah..apa boleh buat. Aku akan menunggu jawabmu... Pulang yok, udah malem..” seakan ajakanku itu mengungkapkan rasa kesalku padanya.
3 minggu berlalu....
Ini saat-saat yang ku nantikan setelah sekian lama menunggu. Namun Vita tak kunjung menghubungiku. Perasaanku mulai berkecamuk. Tapi ku beranikan untuk mengajaknya ngopi lagi di coffe shop. Dan dia menyetujuinya sekali lagi. Entah ingin bertemu denganku atau hanya ingin menikmati kopi favoritnya. Entahlah...
Kami duduk berhadapan diiringi hening diantara kami. ”Vit, gimana..?” aku menanyakannya dan menanti jawabannya dengan penuh cemas. Aku hanya menunggunya terus sampai hot chocolate ku dingin. Setelah ku letakkan gelasku, dia mulai menjawab. ”Ben, kamu pengen tau kan..? sebenarnya...” kata-katanya terputus begitu saja di tengah jalan. Dia mengangkat cappucino dan meminumnya. Tak lama kemudian Vita melanjutkan, ”Sebenarnya, aku juga menyimpan perasaan yang sama denganmu...” dengan malu-malu Vita menjawabnya. Tetap diiringi senyuman yang menghiasi wajahnya malam itu. Malam ini terasa indah seperti perasaanku saat itu. Hatiku seperti terbuka setelah selama ini terkunci. Kecemasanku lenyap. Aku tersenyum senang. Kami saling bertatap. Menyorotkan perasaan kami lewat pandangan yang berbinar. ”Oh senangnya hatiku, terima kasih Tuhan, akhirnya ku mendapatkannya.” dalam hati aku bersyukur.
”Berarti, kamu mau kan jadi pacarku, Vit..?” tanyaku lanjut. ”Sudahlah , Ben. Tak perlu dijawab pertanyaan bodoh seperti itu.. Aku juga mau kamu jadi pacarku..” jawab Vita. Malam semakin berlalu, walau kami ingin selama mungkin disini, untuk menghabiskan waktu berdua, tapi waktu pula yang harus memaksa kami pulang. Waktu 1 jam terasa sangat singkat di hari jadianku ini.
”Balik yok,Ben.. Mama udah sms nih..” aku mengangguk dan mengambil piring kentang gorengku. Masih tersisa 7 batang potongan kentang goreng dan aku membentuk huruf V I T A di atas piring. ”Tapi sebelum pulang lihatlah ini dulu..” setelah memasukkan telepon genggamnya dalam tas, Vita mengarahkan pandangan ke piring di depanku. Vita tersenyum lebar bahagia, ”Beni....aku bener-bener sayang sama kamu...”
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment